Pelindungan
bagi anak korban kekerasan
A. PENDAHULUAN
Mengamati fenomena
saat ini banyak terjadi peristiwa tindak kekerasan terhadap anak (child abuse),
sehingga menimbulkan rasa simpati dan perhatian dari masyarakat, terutama bagi
orang-orang yang mempunyai kepedulian terhadap tumbuh kembangnya seorang anak.
Seorang anak
dilahirkan dengan keadaan belum dapat melakukan apa-apa kecuali menangis.
Dengan bertambahnya usia, anak akan mengalami pertumbuhan dari segi fisiknya
dan mengalami perkembangan dalam kemampuan motorik, bicara, sosial, emosi
maupun kecerdasannya.
Masa anak-anak
adalah masa yang penuh dengan pengalaman yang menarik, dimana mereka tahap demi
tahap bertambah kemampuannya. Semua itu berlangsung secara wajar dan seimbang
apabila didukung oleh lingkungan sekitar anak.
Dari sekian banyak
anak-anak, ada beberapa yang mendapat perlakuan tidak wajar (child abuse) dari
orang-orang sekitarnya, yang ironisnya perlakuan tersebut justru datang dari
orang-orang terdekatnya. Orang yang seharusnya memberikan perlindungan, kasih
sayang, perhatian, pemenuhan kebutuhan akan Asah, Asih dan Asuh, yang memang
sudah menjadi hak bagi setiap anak yang dilahirkan ke dunia ini.
Ada banyak
peristiwa yang terjadi di sekitar kita yang seharusnya tidak terjadi, kalau
kita semua lebih peduli dan menganggap ini merupakan tanggung jawab bersama,
bukan hanya tanggung jawab orang-orang yang terlibat langsung dengan peristiwa
tersebut.
Selanjutnya akan
dibahas lebih rinci dampak yang dialami oleh anak yang mengalami tindak
kekerasan (child abuse), dari segi Asih, Asuh, Asah, dan konsekuensi hukum yang
akan ditanggung oleh pelaku tindak kekerasan terhadap anak (child abuse).
A. KEBUTUHAN ANAK
1. ASIH
Kebutuhan kasih sayang dan rasa aman bagi setiap anak adalah
mutlak, bagaimanapun mereka terlahir dengan kemampuan yang masih terbatas. Anak
belum memiliki kemampuan untuk dapat membedakan yang benar dan yang salah,
boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan atau yang aman dan berbahaya. Mereka
dengan polosnya melakukan apa saja yang mereka bisa lakukan, tanpa tahu bahwa
orangtuanya suka atau tidak suka, atau malah yang mereka lakukan justru dapat
membahayakan mereka.
Menurut Edy Wiyono seorang praktisi multiple intelligence
dan holistic ada enam fase yang dialami anak dalam pembentukan karakter, yakni
fase egosentris (batita), fase gank age (TK), fase gank age tengah (SD), fase
gank age akhir, fase pembentukan identitas dan terakhir adalah fase adaptif.
Fase-fase ini prosesnya sejalan dengan usia pertumbuhan
anak dan sikap orangtua seharusnya berada pada posisi yang senantiasa dapat
memahami bahwa sikap anak yang timbul pada setiap fase merupakan sesuatu yang
normal.
Dalam tahap inilah biasanya terdapat perbedaan perlakuan
orang tua dalam mengarahkan anak-anaknya. Seharusnya mereka diperlakukan dengan
penuh kasih sayang serta senantiasa mendapat perlindungan, agar setiap yang
mereka lakukan selama dalam bimbingan orangtuanya merupakan saat-saat yang
menyenangkan, setiap kesalahan yang dilakukan anak dijadikan pelajaran, untuk
dapat mencapai keberhasilan sesuai dengan tahapan kemampuan yang seharusnya
dilalui anak.
Sering karena
ketidak sabaran orangtua dalam membimbing anaknya terjadi perbedaan keinginan,
sehingga terjadi konflik yang disertai dengan perlakuan yang disertai emosi
berlebihan yang berakhir dengan kekerasan fisik terhadap anak. Padahal mungkin
akan didapatkan hasil yang lebih baik seandainya ada komunikasi dan yang lebih
penting pengendalian emosi dari orangtua, dengan didasari rasa kasih sayang.
Setiap perlakuan
yang anak terima selama dalam bimbingan orangtuanya, akan direkam dalam
benaknya dan mempengaruhi perkembangan jiwanya, serta secara tidak langsung
akan membentuk karakter anak hingga ia dewasa.
Bila terjadi pada
seorang anak balita (bawah lima tahun), seperti juga diungkapkan oleh Edi
Wiyono, bahwa seorang balita frame berpikirnya masih kosong. Dia akan ,mengisi
memori otaknya dengan empat program yaitu, yang lebih dulu direkamnya, yang
lebih dipercaya, yang lebih menyenangkan, dan yang berlangsung terus menerus.
Karakter anak 30%
ditentukan peran sekolah, rinciannya, 25% bentukan dari guru dan 5% hasil dari
pengaruh lingkungan yang sangat berdasarkan intensitasnya. Sedangkan 70%
merupakan buah hasil pola asuh yang dilakukan orangtua. Dapat dibayangkankan karakter yang terbentuk pada anak yang sebagian
besar masa kecilnya mengalami tindak kekerasan.
Beberapa akibat yang mungkin timbul antara lain :
a.
Anak
menjadi pendiam / menutup diri
Anak beranggapan bahwa sikap diam akan lebih aman bagi dirinya karena
mengungkapkan keinginan bisa berarti ancaman.
b.
Suka
memberontak
Anak menjadi lebih agresif, mereka berusaha melakukan perlawanan, mereka
mengira dengan cara itulah mereka menunjukkan keinginan untuk diperhatikan.Tapi fatalnya sikap anak ini bukannya mendapat perhatian dan kasih sayang, tapi
justru membuat orang tuanya menjadi lebih marah, membuat mereka bertambah kalap
sehingga anak mendapat perlakuan yang berat lagi dari orang tuanya.
c.
Tidak
ada rasa kasihan / acuh
Anak tidak memiliki rasa belas kasihan, acuh
terhadap orang di sekitarnya, mereka menganggap lingkungan pun tidak
memperdulikan akan nasib dirinya.
d. Menjadi pendendam
Anak cenderung melakukan tindakan yang sama
terhadap orang-orang di sekitarnya, terutama terhadap anak yang usianya lebih
kecil.
e. Tidak ada ikatan
batin dengan orang tuanya
Anak merasa asing dengan orangtuanya sendiri, anak tidak memiliki rasa
rindu dan takut bila berada dekat dengan orangtuanya.
2. ASAH
Memperoleh pendidikan adalah hak bagi setiap
orang, termasuk anak-anak yang dalam masa perkembangannya memerlukan
pengetahuan untuk dijadikan bekal ketika mereka kelak hidup di masyarakat.
Pada anak-anak korban kekerasan, seringkali
hal ini tidak diperhatikan. Mereka tidak diberi kesempatan untuk hidup normal
seperti anak-anak pada umumnya. Kalaupun ada kesempatan untuk bersekolah,
kebutuhan-kebutuhan anak yang menunjang terlaksananya pendidikan mereka, tidak
dipenuhi dengan semestinya. Orangtua hanya sekedar melaksanakan kewajiban
menyekolahkan saja tapi dukungan baik moril maupun materil tidak diberikan.
Ketika anak berusaha mendapatkan kebutuhannya
terjadilah konflik yang akibatnya anak mengalami berbagai tekanan baik dari
orangtuanya maupun orang-orang di sekitarnya, terutama dari pihak sekolah, bisa
dipastikan semuanya akan berpengaruh pada kemampuannya berpikir, serta dalam
pencapaian prestasinya.
Akibat-akibat yang akan timbul dalam
pendidikan, pada anak korban kekerasan antara lain :
a. Minder
/ sulit bergaul
Mereka merasa malu untuk bergaul, karena
merasa kehidupannya berbeda dengan teman-temannya.
b. Gangguan
kognitif
Anak tidak dapat berpikir
dengan baik, sulit berkonsentrasi.
c. Depresi
Mereka tidak memiliki
semangat hidup, sehingga semangat untuk belajar tidak ada, mereka menganggap
pendidikan tidak menjadikan dirinya menjadi lebih baik
d. Kesulitan
belajar
Anak mengalami gangguan
dalam menggunakan kemampuan intelegensinya dengan optimal, sehingga anak
mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal pelajarannya.
e. Gangguan
kontrol
Anak tidak dapat mengontrol
perilakunya, sehingga kadang-kadang mengganggu teman-temannya, sehingga membuat
dirinya dijauhi oleh teman-temannya.
f. Konsep
diri yang malang
Anak selalu menyalahkan
dirinya sendiri atas nasib yang menimpanya, anak menganggap itu sudah menjadi konsep
diri yang melekat, sehingga mereka tidak berusaha untuk bangkit dan memperbaikinya.
Dari semua akibat yang
ditimbulkan akibat kekerasan orang tua terahadap anaknya (child abuse), tentunya akan sulit bagi anak itu untuk menempuh pendidikannya dengan baik, dan
akhirnya hanya akan menambah beban bagi orangtuanya maupun lingkungan
sekitarnya.
Sangat disayangkan, anak yang seharusnya
mempunyai masa depan yang cerah, justru menjadi anak yang bermasalah akibat
dari perlakuan yang salah dari orangtuanya sendiri.
Sementara perhatian dari pemerintah, dalam
penanganan pada anak korban kekerasan khususnya dalam segi pendidikan, sampai
saat ini sangat kurang. Meskipun sekarang sudah ada Lembaga yang menangani
masalah perlindungan anak, tapi kinerjanya belumlah maksimal. Masih saja
terjadi di beberapa tempat peristiwa perlakuan tindak kekerasan terhadap anak.
Selain itu lingkungan sekitar sepertinya tidak
peduli dengan apa yang terjadi, biasanya baru bertindak setelah kejadiannya
sudah berlangsung lama dan anak sudah mengalami kekerasan yang berulang-ulang.
Padahal pemberian kasih sayang maupun rasa aman bukan saja menjadi tanggung jawab orangtua anak itu sendiri tapi menjadi tanggung jawab kita bersama.
4. ASUH
Supaya anak dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal sesuai dengan tahapan-tahapan kemampuan pada setiap usia, maka anak
membutuhkan asupan makanan yang cukup, bergizi, sesuai dengan pertumbuhan
badannya dan perkembangan kemampuannya mental maupun perilakunya.
Selain asupan makanan, anak juga perlu dijaga
kesehatannya, karena usia anak-anak merupakan fase yang sangat rentan terkena
penyakit disamping daya tahan tubuhnya yang masih berkembang, juga mereka belum
tahu cara menjaga diri dari lingkungan yang tidak sehat. Di samping itu anak
membutuhkan lingkungan yang sehat, tempat tinggal yang layak, tempat tinggal
yang dapat memberikan fasilitas yang menunjang aktifitasnya sebagai seorang
anak, yang aktif, penuh rasa ingin tahu dan perlu pengaruh yang sehat bagi
pertumbuhan dan perkembangan dirinya.Pada anak korban kekerasan (child abuse)
hal-hal seperti di atas tidak mendapatkan perhatiannya yang cukup, yang terjadi
malah sebaliknya, anak dibiarkan terlantar. Jangankan makanan yang memenuhi
standar gizi atau jaminan kesehatan, untuk dapat makan teratur saja kadang-kadang
tidak mereka dapatkan, begitu juga dengan kesehatan, semestinya anak-anak
dijaga kesehatannya, diperiksakan secara berkala, pada anak-anak ini justru
yang tadinya sehat, menjadi sakit, fisiknya mendapat siksaan, sehingga anak
membutuhkan pengobatan.
Dave Pelzer dalam bukunya “A CHILD CALLED IT”
menceritakan sebuah kisah nyata tentang bagaimana perjalanan anak korban
kekerasan, yang mengalami berbagai penyiksaan baik fisik maupun mental dan
usahanya agar dapat bertahan hidup, dan berusaha agar terhindar dari kemarahan
orangtuanya. Anak melakukan apa saja agar mendapatkan makanan, dari
mengais-ngais sisa makanan di tempat sampah, mencuri bekal teman sekolahnya,
atau mencuri di toko makanan.
Dari semua yang terjadi tentunya mengakibatkan
anak menjadi pribadi yang sakit, baik fisik maupun psikisnya. Anak menempuh
cara-cara yang tidak wajar, untuk dapat memenuhi kebutuhannya, yang
konsekuensinya bila hal ini diketahui oleh orangtuanya, justru akan mernambah
kemarahan orangtuanya yang berujung pada penyiksaan.
Akibat-akibat yang ditimbulkan dari diatas
antara lain :
a.
Cedera fisik (physical abuse)
Dengan
berbagai kekerasan yang dilakukan orang tua dapat mengakibatkan cedera pada
fisik anak, baik ringan maupun berat, sampai membutuhkan pengobatan yang
intensif.
b.
Gizi buruk
Anak mengalami kekurangan gizi, sehingga
pertumbuhan tubuhnya tidak sempurna, dibandingkan dengan anak seusianya.
c.
Mencuri
Karena dorongan terpenuhinya kebutuhan makan,
sehingga anak berusaha mencarinya di tempat lain, baik dengan cara meminta
maupun dengan cara mencuri.
d.
Suka berbohong
Untuk menjaga keselamatan jiwanya sendiri,
anak berusaha menutupi kesalahannya dengan berbohong, karena itulah jalan agar
anak bisa selamat dan dapat bertahan hidup.
e.
Cacat
Akibat kekerasan yang dilakukan orangtuanya
anak mengalami kecacatan, bahkan ada yang sampai menyebabkan kematian anak.
f.
Terlantar
Anak dibiarkan hidup seadanya, tidak terjamin
makanan maupun kesehatannya, serta tidak mendapat tempat tinggal yang layak.
Berbagai perlakuan yang tidak wajar terhadap anak, membuat
anak menderita dan mengalami kehidupannya seperti dalam dunia yang gelap,
mereka berada pada situasi yang serba salah, tanpa ada yang dapat
mengeluarkannya dari situasi itu, mereka dituntut untuk dapat menyelamatkan
dirinya sendiri tanpa bantuan dari siapapun.
Sungguh sangat ironis di sisi lain banyak orangtua yang mampu
memberikan anaknya makanan yang cukup bahkan berlebihan, kesehatannya terjamin,
mendapat tempat tinggal yang lebih dari layak. Tapi mereka tidak pernah peduli
dengan lingkungan sekitarnya, mereka tidak tahu ada anak-anak yang sebaya
dengan anaknya yang tidak mendapatkan haknya secara wajar.
5. PERLINDUNGAN
HUKUM
Hukum di Indonesia sebenarnya sudah
mengakomodasi bagi setiap pelanggaran yang terjadi di masyarakat, khususnya
yang berhubungan dengan masalah anak. Sejak tanggal 22 Oktober 2002 undang-undang
nomor 23 tahun 2002 yang mengatur tentang perlindungan anak mulai diberlakukan.
Tujuan dari perlindungan anak ini adalah “ untuk menjamin terpenuhinya hak-hak
anak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang, dan berpartisipasi secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,
berakhlak mulia, dan sejahtera”.
Agar penyelenggaraaan perlindungan anak dapat
berjalan efektif, maka dibentuklah lembaga independen yang khusus menangani
masalah perlindungan anak yang saat ini diketuai oleh Seto Mulyadi, yaitu
Komisi Nasional Perlindungan Anak (KNPA).Lembaga ini dapat menjadi mediator bagi orang
yang peduli dengan nasib anak-anak korban child abuse, untuk kemudian dapat
diproses secara hukum agar anakpun mendapat perlindungan dan keadilan sehingga
hak-haknya sebagai anak dapat terpenuhi.
Komisi Nasional Perlindungan Anak (KNPA)
tugasnya meliputi : melakukan sosialisasi seluruh peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi,
menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak; memberikan laporan,
saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan
anak.
Dari sekian banyak tugas yang dipegang KNPA
dan wewenangnya untuk dapat berkonsultasi langsung dengan Presiden, semestinya
anak-anak sudah mendapat jaminan agar dapat menjalani hak-haknya untuk hidup
secara wajar. Tapi kenyataan di lapangan masih saja terjadi tindak kekerasan,
dengan berbagai macam latar belakang masalahnya. Disini dibutuhkan keseriusan
dari semua pihak dalam menangani masalah ini.
Dipandang dari segi hukum, tindakan kekerasan terhadap
anak (child abuse) termasuk kedalam masalah pidana, sehingga orang yang
terlibat di dalamnya dapat diancam pidana sesuai dengan akibat yang ditimbulkan
dari tindak kekerasan itu sendiri dan posisi orang-orang yang terlibat
didalamnya, termasuk lingkungan sekitar yang tidak terlibat langsung dengan
peristiwa itu.
Beberapa ancaman pidana yang dikenakan dalam
peristiwa tindak kekerasan yang diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah :
a. Pasal 77
Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan tindakan :
1) diskriminasi
terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya ; atau
2) penelantaran
terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental maupun sosial. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
b. Pasal 78
Setiap orang yang mengetahui dan sengaja
membiarkan anak dalam situasi darurat padahal anak tersebut memerlukan
pertolongan dan harus dibantu, dapat diancam pidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
c. Pasal 80
1) Setiap
orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau
penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh
dua juta rupiah).
2) Dalam
hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
3) Dalam
hal anak sebagaiman dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
200.000.000,00(dua ratus juta rupiah).
4) Pidana
ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksuddalam ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.
Apabila KNPA konsisten menjalankan tugas
sesuai dengan fungsinya sebagai lembaga yang dapat menjamin terlindunginya
hak-hak anak serta hukum yang berlaku ini benar-benar ditegakkan. Maka
diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku child abuse, sehingga di
masa yang akan datang, kekerasan terhadap anak semakin menurun dan kalau perlu
tidak ada sama sekali.
6. PENUTUP
Peristiwa tindak kekerasan terhadap anak
(child abuse) yang sudah banyak terjadi seharusnya menjadikan kita lebih
memahami tentang apa sebenarnya dibutuhkan oleh seorang anak. Kita semua tahu bahwa anak adalah titipan
Tuhan yang harus kita pertanggung jawabkan di hari akhir, baik tidaknya kita
dalam merawat dan mendidik mereka.
Anak adalah asset bangsa yang sangat berharga,
sebagai penerus kita, yang masih memiliki masa depan yang cerah, yang
semestinya kita persiapkan dengan memberi bekal pengalaman dan pengetahuan yang
baik, sehingga mereka menjadi pribadi-pribadi yang berkualitas, berakhlak mulia
dan sejahtera, seperti yang ingin dicapai dalam UU Perlindungan Anak.
Orangtua, keluarga dan masyarakat bertanggung
jawab untuk menjaga dan melindungi hak-hak anak. Kita ingin negara ini menjadi
negara yang memberikan rasa aman bagi anak-anak.
DAFTAR PUSTAKA
Dave Pelzer. A CHILD CALLED ‘IT’. 2005. Jakarta. PT
Gramedia;
Edy Wiyono. Membangun Karakter Anak sejak Usia
Dini, Seberapa Penting ?. 2006. Jakarta. HARIAN SEPUTAR INDONESIA ;
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI.
BAHAN POKOK PENYULUHAN HUKUM. Tahun 2003.
Komentar
Posting Komentar